Senin, 28 Januari 2019

Tentang Seseorang yang Tidak Ingin Menikah


    Beberapa waktu yang lalu saya menonton bincang santai di Youtube channel milik seseorang (tidak saya sebut namanya), dan yang menjadi bintang tamu saat itu adalah seorang penulis muda laki-laki, berbakat dan berprestasi, yang saya suka dan kagumi (tidak saya sebut namanya juga). Perbincangan itu sangat santai sebenarnya, dalam durasi kurang lebih satu jam. Berisi obrolan sederhana tetapi berbobot, menginspirasi dan banyak pelajaran yang bisa diambil.

   Banyak hal yang dibahas dalam bincang santai itu, dimulai dari kehidupan pribadi si Penulis, tentang minat dan konsennya pada Feminisme, Patriarki, Ekologi, dan Maskulinitas. Tetapi, salah satu stigma yang sangat menarik perhatian saya dari Penulis ini adalah dia lebih memilih lajang dan tidak punya niat untuk menikah. Pandangan ini menurut saya sangat unpopular di lingkungan masyarakat kita. Sebab selama ini sangat jarang sekali orang yang tidak punya niatan untuk menikah, justru yang banyak sekarang adalah orang-orang yang resah dan gundah menanti jodohnya. Bahkan mendamba-dambakan pernikahan yang datang segera.

     Tentunya dia memiliki alasan tersendiri mengapa memilih jalan untuk tetap melajang di usianya yang sudah memasuki kepala tiga. Tetapi bukan karena terdapat penyakit (fisik/batin) yang membuat ia enggan menikah. Hanya saja menikah dan punya anak baginya “bukan saya banget”, begitu tuturnya. Pikiran aneh dan negatif masyarakat terhadapnya disambut dengan biasa dan tidak terlalu dia ambil pusing. Di antara orang-orang yang mempertentangkan keputusannya itu juga sampai membawa-bawa Hadist Nabi yang berbunyi “siapa yang tidak menikah, tidak akan dianggap salah satu umatku.” Untuk pertanyaan ini dia mempunyai jawabannya sendiri, dia menyebut bahwa terdapat pula beberapa ulama yang tidak (sempat) menikah seperti Rabiah Al-Adwiyah, Imam At-thabari, Imam An-nawawi, Ibnu Taimiyah dll. Apakah para ulama tersebut dikatakan tidak termasuk umat Nabi? Tentunya ada kesalahpahaman masyarakat yang berkembang di sini.

      Saya rasa setiap orang memang harus memiliki prinsip dalam hidupnya, seperti dia misalnya yang tidak suka terkekang dan terikat dalam suatu hubungan, hingga mempunyai prinsip tidak ingin menikah, dan beberapa alasan lainnya yang menjadi hak penuh si Penulis itu.

      Selanjutnya, yang membuat dia berpikir untuk tidak ingin menikah dan punya anak adalah bahwa dia tidak ingin menambah populasi manusia yang semakin berkembang melesat, sehingga dengan kehadiran “anak baru”, begitu dia menyebut, akan menambah jumlah manusia yang hidup dan otomatis semakin mempengaruhi Ekologi lingkungan yang tidak seimbang dan stabil. Makin bertambah kuantitas manusia, makin melebar jumlah kebutuhannya dan tentu akan menyebabkan kejomplangan dalam perkembangan lingkungan dan pertumbuhannya yang tidak signifikan. Pikiran panjangnya ini membuat pembawa acara tersebut terkekeh dan menganggap bahwa pendapat si Penulis itu sangat “tidak biasa” dalam memandang hidup ini.

     Si Penulis yang tidak berkeinginan untuk menikah ini, bagi saya adalah sikap yang sangat jarang sekali ditemui dalam lingkup masyarakat luas, khusunya Indonesia. Kita terlalu erat dengan tradisi dan budaya, sehingga tidak mudah untuk berani tampil beda di tengah kentalnya iklim kebiasaan orang Indonesia, yang memandang bahwa pernikahan adalah suatu hal yang wajib dan mesti dijalankan semua orang. Sebuah fase kehidupan yang kadangkala menjadi momok dan aib saat ada yang melewatkan masanya. Kita tentu tidak asing dengan sebutan “perawan tua” atau “bujang lapuk”, ketika ada seseorang yang belum juga mengakhiri masa lajangnya untuk menikah. Bagi mereka penyandang “perawan tua” dan “bujang lapuk” lambat laun akan mengalami depresi dan menimbulkan penyakit mental dan keterkucilan.

   Padahal Indonesia sebagai Negara merdeka, harus dibarengi dengan kesadaran pula bahwa setiap individu punya kemerdekaannya sendiri, yakni dengan kebebasan untuk memilih jalan hidupnya, selama tidak merugikan dan menimbulkan keburukan bagi orang lain.

#katahatichallenge 
#katahatiproduction 
#Tema-UnpopularOpinian


3 komentar: