Beberapa
waktu yang lalu saya menonton bincang santai di Youtube channel milik seseorang
(tidak saya sebut namanya), dan yang menjadi bintang tamu saat itu adalah
seorang penulis muda laki-laki, berbakat dan berprestasi, yang saya suka dan
kagumi (tidak saya sebut namanya juga). Perbincangan itu sangat santai
sebenarnya, dalam durasi kurang lebih satu jam. Berisi obrolan sederhana tetapi
berbobot, menginspirasi dan banyak pelajaran yang bisa diambil.
Banyak
hal yang dibahas dalam bincang santai itu, dimulai dari kehidupan pribadi si Penulis,
tentang minat dan konsennya pada Feminisme, Patriarki, Ekologi, dan Maskulinitas.
Tetapi, salah satu stigma yang sangat menarik perhatian saya dari Penulis ini
adalah dia lebih memilih lajang dan tidak punya niat untuk menikah. Pandangan ini
menurut saya sangat unpopular di lingkungan masyarakat kita. Sebab
selama ini sangat jarang sekali orang yang tidak punya niatan untuk menikah,
justru yang banyak sekarang adalah orang-orang yang resah dan gundah menanti jodohnya.
Bahkan mendamba-dambakan pernikahan yang datang segera.
Tentunya
dia memiliki alasan tersendiri mengapa memilih jalan untuk tetap melajang di
usianya yang sudah memasuki kepala tiga. Tetapi bukan karena terdapat penyakit
(fisik/batin) yang membuat ia enggan menikah. Hanya saja menikah dan punya anak
baginya “bukan saya banget”, begitu tuturnya. Pikiran aneh dan negatif
masyarakat terhadapnya disambut dengan biasa dan tidak terlalu dia ambil
pusing. Di antara orang-orang yang mempertentangkan keputusannya itu juga
sampai membawa-bawa Hadist Nabi yang berbunyi “siapa yang tidak menikah,
tidak akan dianggap salah satu umatku.” Untuk pertanyaan ini dia mempunyai
jawabannya sendiri, dia menyebut bahwa terdapat pula beberapa ulama yang tidak (sempat)
menikah seperti Rabiah Al-Adwiyah, Imam At-thabari, Imam An-nawawi, Ibnu
Taimiyah dll. Apakah para ulama tersebut dikatakan tidak termasuk umat Nabi? Tentunya
ada kesalahpahaman masyarakat yang berkembang di sini.
Saya
rasa setiap orang memang harus memiliki prinsip dalam hidupnya, seperti dia
misalnya yang tidak suka terkekang dan terikat dalam suatu hubungan, hingga
mempunyai prinsip tidak ingin menikah, dan beberapa alasan lainnya yang menjadi
hak penuh si Penulis itu.
Selanjutnya,
yang membuat dia berpikir untuk tidak ingin menikah dan punya anak adalah bahwa
dia tidak ingin menambah populasi manusia yang semakin berkembang melesat,
sehingga dengan kehadiran “anak baru”, begitu dia menyebut, akan menambah
jumlah manusia yang hidup dan otomatis semakin mempengaruhi Ekologi lingkungan yang
tidak seimbang dan stabil. Makin bertambah kuantitas manusia, makin melebar
jumlah kebutuhannya dan tentu akan menyebabkan kejomplangan dalam perkembangan
lingkungan dan pertumbuhannya yang tidak signifikan. Pikiran panjangnya ini
membuat pembawa acara tersebut terkekeh dan menganggap bahwa pendapat si
Penulis itu sangat “tidak biasa” dalam memandang hidup ini.
Si
Penulis yang tidak berkeinginan untuk menikah ini, bagi saya adalah sikap yang
sangat jarang sekali ditemui dalam lingkup masyarakat luas, khusunya Indonesia.
Kita terlalu erat dengan tradisi dan budaya, sehingga tidak mudah untuk berani
tampil beda di tengah kentalnya iklim kebiasaan orang Indonesia, yang memandang
bahwa pernikahan adalah suatu hal yang wajib dan mesti dijalankan semua orang. Sebuah
fase kehidupan yang kadangkala menjadi momok dan aib saat ada yang melewatkan
masanya. Kita tentu tidak asing dengan sebutan “perawan tua” atau “bujang lapuk”,
ketika ada seseorang yang belum juga mengakhiri masa lajangnya untuk menikah. Bagi
mereka penyandang “perawan tua” dan “bujang lapuk” lambat laun akan mengalami
depresi dan menimbulkan penyakit mental dan keterkucilan.
Padahal
Indonesia sebagai Negara merdeka, harus dibarengi dengan kesadaran pula bahwa
setiap individu punya kemerdekaannya sendiri, yakni dengan kebebasan untuk
memilih jalan hidupnya, selama tidak merugikan dan menimbulkan keburukan bagi
orang lain.
#katahatichallenge
#katahatiproduction
#Tema-UnpopularOpinian
#katahatiproduction
#Tema-UnpopularOpinian
Waaah, ada yah di Indonesia 😁
BalasHapusAda kak, 1:1000 barangkali 😂
HapusBy pohontomat hehe
BalasHapus