Selasa, 29 Januari 2019

Resensi Buku Ibu Susu Karya Rio Johan



        Resensi buku Ibu Susu karya Rio Johan ini menjadi yang pertama kali saya kerjakan karena akhirnya sadar dan mengerti bahwa setiap buku yang telah saya baca perlu mendapat ulasan (sesuai kadar kemampuan) saya agar selalu membekas di ingatan, menjadi pengalaman dan pengetahuan untuk ke depannya. Novel pertama di 2019 yang berhasil saya lahap tuntas selama kurang lebih 2 hari. Buku ini meraih penghargaan KSK (Kusala Sastra Khatulistiwa) pada tahun 2018 kemarin untuk kategori karya pertama dan kedua yang didedikasikan kepada penulis pemula. Sungguh pencapaian luar biasa mengingat buku ini ditulis oleh seorang lelaki kelahiran tahun 1990, sebab masih terbilang muda dan belia.
      Kisah dalam buku ini dimulai dari penjabaran tentang Firaun Theb yang bermimpi hujan susu, susu-susu itu meruah dan meluap-luap di sungai. Segenap lembah, gurun-gurun, perbukitan banjir oleh susu. Sampai pada puncaknya badai yang menggelung pun menguarkan susu, alih-alih pasir. Lantas setelah mimpi itu, datanglah mala petaka pada putranya, Sem. Sem ditemukan sudah kaku dengan badan yang lemah tetapi masih bernafas kecil. Tidak ada rintihan, tangisan, atau gerakan merengek darinya. Alhasil Sem serupa mayat hidup yang tidak mati tapi juga tidak seperti bayi normal sebagaimana biasanya.
       Singkat cerita setelah Firaun Theb mendapat petanda lagi dari mimpinya, yakni ia dituntun untuk menemukan ibu susu yang bukan sembarangan, ibu susu istimewa dan satu-satunya yang bisa menyembuhkan Sem dari sakitnya tersebut. Ibu susu yang memiliki kantung susu mujarab serupa obat berkhasiat. Tentu pencarian ini pula juga tidak mudah, sebab Firaun Theb dan para wazirnya harus menghitung dan mencocokan bintang-bintang, waktu, keadaan gurun, dan perempuan yang lahir bertepatan dengan bintang di hari dia bermimpi, sedangkan dalam ratusan tahun, bintang tersebut hanya muncul 37 kali saja.
      Akhirnya ditemukan lah perempuan yang sangat cocok dan diyakini sebagai ibu susu ajaib, bernama Iksa. Ternyata hal ini juga tak mudah, mendapati kenyataan bahwa sekujur tubuh perempuan Iksa penuh dengan koreng-kemoreng yang berbau busuk dan menjijikan, tetapi anehnya dua kantung susu yang menggantung di dadanya itu bersih, ranum, khalis, segar sempurna dan tanpa cela. Hal yang sangat bertentangan sekali mengingat seluruh tubuhnya bagai padang koreng yang selalu basah dan enggan mengering juga.
        Hal lain yang bertambah pelik adalah saat perempuan Iksa memberikan “syarat” sebagai tebusan dan “bayaran” atas pengabdian kantung susunya untuk pangeran Sem. Perempuan Iksa menuntut 3 permintaan yang harus dikabulkan Firaun Theb. Yang pertama perempuan Iksa meminta sejumlah besar bahan pangan (gandum, jagung, roti, minyak, kurma, bawang dsb), sejumlah besar daging-dagingan (sapi, unta, domba dll), sejumlah besar batu-batuan (lazuardi, emas, perak, tembaga dsb) dan kesemuaan barang-barang itu harus dibagikan kepada para budak korban peperangan sepanjang delta sampai ke tanah-tanah taklukan.
      Yang kedua, sebagaimana perempuan yang mempunyai kantung susu bagus dan sehat adalah perempuan yang sedang hamil atau baru melahirkan, maka perempuan Iksa yang tidak sedang dan belum pernah hamil itu ingin jika bayi yang akan dikandungnya adalah hasil dari hubungannya langsung bersama Firaun Theb.
       Yang ketiga, permintaannya yang sangat krusial dan kelak nanti menjadi boomerang sendiri bagi perempuan Iksa, adalah ia minta agar puteranya kelak menjadi teman, sahabat, rekan, saudara pangerang Sem. Tetapi di sini perempuan Iksa berkali-kali menegaskan bahwa maksudnya ini bukan karena ingin mengincar kedudukan, kehormatan ataupun kemulian. Perempuan Iksa murni melakukannya agar anaknya kelak bisa hidup cukup dan tidak menderita seperti ibunya.
      Maka hari yang ditentukan datang, perempuan Iksa akan menyusui Pangeran Sem. Memang benar air susu dari kantung susu perempuan Iksa lah yang satu-satunya mampu menyembuhkan Sem. Tetapi susunya ternyata sudah kering hanya dalam waktu 3 hari saja, dan pangeran Sem juga telah pulih dan bugar. Sampai di sini, beberapa kali Firaun Theb mendapat mimpi tentang susu, tetapi mimpinya yang terakhir tidak bisa dikatakan mimpi yang bagus, karena cenderung mimpinya ini ditafsirkan justru akan melahirkan petaka dan sengsara bagi kedaulatanya.
      Akhirnya perempuan Iksa didakwa akan mengancam kekusasaan Firaun Theb sebab permintaanya yang terakhir sangat menjurus pada hal itu. Perempuan Iksa dihukum ditenggelamkan disungai dengan batu besar yang diikatkan pada tubuhnya. Begitulah tragis kematian perempuan Iksa. Di akhir cerita, dikisahkan bahwa Firaun Theb akhirnya meinggal karena keadaan sakit yang sama seperti yang diderita pangeran Sem dulu. Tamat.
        Kisah ini bagi saya sangat menarik dan hampir tidak bisa lama-lama berjauhan dengan buku ini. Walau tidak tebal, hanya sekitar 200 halaman, tetapi alur cerita yang runtut dan beberapa kosakata aneh dan jarang dipakai seperti lentil, jumantara, sempena, cangkriman, disuguhkan disetiap kalimat dan tidak terkesan dipaksa-paksakan menempel pada cerita. Dan jujur saja ini menjadi karya pertama Rio Johan yang saya baca, dan saya sangat jatuh cinta pada karyanya ini.
       Detail kehidupan pada masa Mesir kuno juga sangat terasa, kental dan kaya sekali, seperti ritual, makanan,  dewa-dewi, budaya, kebiasaan, dll. Saya sangat menikmati setiap torehan kata-kata yang Rio Johan tuturkan, dan tidak bisa tidak percaya bahwa novel ini nyatanya hanya fiksi sejarah semata. Novel ini sukses membawa saya pada masa Mesir kuno yang sakral dan agung pada zamannya. Narasi-narasi panjang juga sering menghiasi setiap lembar cerita ini. Beberapa kali juga saya tergelak dan senyum-senyum sendiri pada beberapa penuturan Rio Johan yang menghibur selera humor saya.
    Novel ibu susu ini ditulis penulisnya pada saat mengikuti residensi di Berlin, dan dari pengakuannya kita ketahui bahwa riset yang digunakannya tidak sembarangan, sebab butuh berkali-kali bagi penulis mengunjungi museum dan perpustakaan untuk melengkapi kekayaan isi dalam novel ini.

Depok, 13 Januari 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar