Akhir
tahun 2017, tepatnya di bulan Desember, menjadi awal mula diriku mengenal dunia
sastra. Lewat Komunitas Rumah Membaca Indonesia, yakni komunitas online belajar
tulis-menulis yang di ketuai oleh A’yat Khalili, seorang penulis asal Sumenep, Madura. Bukan hanya ilmu dan pengetahuan tentang dunia kesustraan saja yang
kudapat dari komunitas ini, tetapi juga teman-teman baru dari berbagai daerah
senusantara. Alhasil tahun 2018 kemarin menjadi awal petualanganku menjelajah
dunia sastra. Sebenarnya sudah sejak masa sekolah (Aliyah) aku menyukai sastra.
Setiap pelajaran Bahasa Indonesia, aku selalu antusias dan tertarik dengan isi
buku pelajaran itu, sebab pasti di setiap buku Bahasa Indonesia akan ada contoh
cerita dan puisi yang dimuat untuk dipelajari.
Yang sering
aku temukan adalah puisinya Chairil Anwar dan Sapardi Djoko Damono. Walau aku
sebenarnya tidak mengerti apa makna dan maksud sajak itu, tetapi aku menyukai
setiap kata yang indah, unik, dan puitik sekali. Di samping itu sejak dulu aku
memang suka menulis diary, maka telah kutanamkan cita-cita semenjak di bangku
sekolah, “aku ingin jadi seorang penulis!”. Tahun 2018 ini lah menjadi tahun
pertama aku mulai menggeluti dengan serius dan sungguh-sungguh ranah kesusastraan
yang luas dan dalam. Beberapa lomba dan antologi puisi aku ikuti sebagai bekal
pengalaman dan melatih konsistensiku dalam menulis. Sayangnya, perjuangan ini
ternyata tidak selamanya mudah dan lancar kulewati.
Aku harus
banyak menelan kekecewaan, lantaran seringnya kekalahan dan ke-tidakberuntungan
memihak padaku. Tetapi itu semua tak memadamkan dan mematahkan mimpi. Akhirnya aku
berhasil lolos pada satu event sastra yakni Festival Seni Multatuli. Festival
Seni Multatuli mengundang para penulis Indonesia untuk bergabung dalam buku antologi
puisi bertema “Multatuli”. Yang menjadi kurator saat itu adalah Toto ST. Radik
dan Firman Venayaksa. Tercatat 283 sebagai peserta dan yang lolos 142 peserta
saja. Begitu juga dari 920 judul puisi, yang menjadi pilihan juri hanya 203
puisi, dan aku termasuk di dalamnya.
Saat acara
peluncuran buku “Kepada Toen Dekker”,
Rangkasbitung 9
September 2018
Pengalaman
ini yang menurutku paling berkesan di tahun 2018. Tentu juga yang paling dan
membanggakan bagi penulis pemula sepertiku. Jelas hal ini belum menjadikan
diriku puas, tetapi sangat ampuh untuk melecut semangat dan motivasiku untuk
menjadi lebih kreatif dan produktif lagi ke depannya. Ada satu kalimat dari Seno Gumira Ajidarma yang sangat membekas dan selalu menjadi pelecut semangatku dalam menulis, kira-kira begini kata-katanya:
"Boleh bisa apa saja, termasuk menulis.
Boleh tidak bisa apa saja, kecuali menulis."
Boleh tidak bisa apa saja, kecuali menulis."
#katahatiproduction #katahatichallenge
Tidak ada komentar:
Posting Komentar